Rabu, 22 April 2009

Cerpen X3 29 Teofilus

Cinta itu Menjadi Diri Sendiri

Namaku Paijo Suryodiningrat, panggil saja aku Paijo.Aku mempunyai ciri khusus, yaitu kacamataku yang tebal hingga orang tuaku membelikan aku kacamata yang ada rantainya, agar tidak jatuh.Sejak kecil aku selalu dibiasakan untuk hidup disiplin, terutama dalam belajar. Tak heran apabila aku selalu ranking 3 besar sejak Sekolah Dasar.Aku kelahiran Purwekerto yang merantau ke Palembang. Sebenarnya cita-citaku ingin menempuh pendidikan di ibu kota, namun orang tua ku tak akan pernah mengizinkanku pergi ke kota yang terdapat monas itu.Ya, alasanya hanya satu, mereka takut aku terjun ke pergaulan bebas.Akhirnya aku dengan terpaksa disuruh ayah dan ibuku berangkat di kota pempek, kota Palembang.

Karena kepintaranku, masuk salah satu SMP unggulan di sini bukanlah hal yang sulit.Bahkan ketika wawancara dengan panitia penerimaan siswa baru, decak kagum selalu mereka ngaungkan ketika melihat daftar prestasiku, terlebih ketika mendengar pengalaman – pengalamanku menjuarai berbagai perlombaan.Hatiku begitu bersuka ketika mereka mengatakan bahwa mereka bangga memiliki siswa seperti aku ini. Perasaanku campur aduk, gembira bercampur haru.1 minggu lagi merupakan awal tahun ajaran.Sambil beradaptasi dengan tempat kost-an ku, 1 minggu itu aku gunakan untuk membaca semua buku cetak, terutama pelajaran favoritku, matematika.Aku mati-matian berusaha menjawab semua pertanyaan yang sebenarnya belum aku mengerti.Namun karena niat dan usahaku, hampir setengah BAB aku telah kuasai.

Pagi itu merupakan hari pertama aku masuk SMP.Pukul 05.00 pagi aku dibangunkan oleh jam baker yang aku pasang tadi malam.Bergegas aku ke kamar mandi.Namun aku melupakan sesuatu, aku kembali lagi ke tempat tidur, mencari posisi yang manis aku mengucap syukur kepada Tuhan, terlebih buat hari pertamaku di SMP.Ya, itulah kebiasaan yang selalu diterapkan dalam keluargaku.Setelah mengucapkan kata amin, berlari kecil aku ke kamar mandi dan langsung mencedokan gayung dan menyiramnya ke tubuhku.Walau aku sedang mandi, pikiranku tak bisa tenang.Aku berkhayal mengenai sekolah baruku, teman-teman baru, kelas yang baru, guru-guru yang baru bahkan aku tak sabar ingin belajar dan menunjukan pada semua orang bahwa aku layak masuk di sekolah itu.Setelah selesai mandi, kebiasaan ku adalah selalu bercermin dan berbicara pada bayanganku di cermin itu untuk mengatakan aku bisa, aku bisa, aku bisa.Kini aku telah siap, seragam putih biru dengan dasi biru telah terpakai rapi di tubuhku.Sambil memeriksa buku-buku yang aku bawa, aku tak lupa menelepon orang tuaku.Begitu terharu mereka ketika aku menelepon, hingga ibu menangis.Pesan demi pesan, nasehat demi nasehat mereka berikan padaku.Hingga aku pun tak bisa lagi menahan air mata.Setelah memakai sepatu, langsung aku berjalan tegap ke pintu pagar, lalu mengucapkan salam pada teman-teman kost yang lain, terutama ibu pemilik kos yang sangat ramah.Jarak sekolah ku hanya sekitar 1 kilometer dari tempat kost.Di jalan aku tetap membayangkan apa yang aku khayalkan di kamar mandi tadi.10 meter mendekat sekolah, jantungku berdetak cepat seirama dengan langkah kakiku.

Tepat didepan sekolah, pelan tapi pasti aku memasuki gerbang sekolah itu.Begitu banyak mobil yang parkir di lapangan voli sekolahku.Dan ketika aku sampai ke dalam sekolah, terdiam aku sejenak, menyaksikan ramainya siswa-siswi memakai seragam yang sama denganku.Di desaku, orang seramai ini sudah sama seperti pesta pernikahan, bahkan lebih.Aku mulai mendekati papan besar yang dikerumuni siswa-siswi itu.Oh, ternyata itu adalah papan pembagian kelas.”Huh, banyak benar murid baru di sekolah ini”, kataku pelan.Sempit sekali disana, hingga aku susah mencari namaku sendiri.Masih belum ketemu juga namaku, hingga aku sedikit merapat ke depan.Oh, tanpa sengaja aku mendorong seorang siswi.Aku sangat terkejut, lalu cepat-cepat menariknya.”Eh, kurang ajar loe...dasar culun”, teriak cewek itu.Aku tak begitu mengerti apa maksudnya, namun dari gaya bahasanya aku tahu, dia berasal dari Jakarta.Aku ingin mengajaknya berkenalan, ya dengan cara menawarkan tanganku aku mengenalkan namaku.”Hai,aku paijo”, salamku.”Paijo???, Kampungan, dasar culun”, lagi teriak siswi itu.Belum sempat aku melihat nama di bajunya, ia langsung pergi begitu saja.Sejenak aku bepikir apa salahku, namun itu langsung dibuyarkan oleh bunyi bel tanda masuk.Aku sangat kaget dan langsung mencari lagi namaku di papan besar itu.Akhirnya aku menemukannya.Aku terdaftar di kelas vii-H.Berlari aku mencari kelasku.Dan ternyata kelasku itu paling pojok, dekat ruang perpustakaan di lantai 2.

Begitu masuk, aku langsung mencari tempat duduk.Aku sedikit bingung, karena bangku paling depan banyak yang kosong.Tanpa pikir panjang aku langsung duduk tepat di depan meja guru.Seorang guru masuk, lalu menyapa kami semua.Ia langsung menyuruhku memimpin doa di depan.Semua mata tentunya tertuju padaku, namun aku sudah terbiasa dengan hal seperti ini.Di SD dulu aku memang pembaca doa sebelum belajar.Aku dengan lancar memimpin teman-temanku berdoa.Setelah amin, aku membuka mataku dan melihat ke sekeliling kelas, melihat teman-teman baruku.Betapa terkejutnya aku melihat seorang siswi yang duduk di pojok belakang, seorang cewek yang tadi membentak ku karena tidak sengaja mendorongnya.Pandangannya begitu tajam melihat ke arahku, dan tangannya mengepal, seakan siap meninju ku.Segera aku kembali ke tempat duduk.Pak guru itu ternyata wali kelas kami, Pak Andreas namanya.Orangnya sangat baik dan ramah.Ia menjelaskan bahwa pada tahun ini, masa orientasi siswa ditiadakan karena para pengurus osis di sekolah ini sedang study tour ke Malaysia, dan baru kembali ke Palembang minggu depan.Beliau terus berbasa-basi menjelaskan mengenai sekolah ini.Namun aku tidak bisa berkonsentrasi mendengar ocehan beliau.Aku masih berpikir mengenai cewek yang membentak ku tadi.Walau ia membentak, aku seperti merasa tidak sakit hati, malahan ingin agar ia membentak ku lagi.Aku bingung, mengapa hal ini terjadi padaku, seolah cewek itu mempesonaku.Kaget aku mendengar namaku dipanggil Pak Andreas.”Paijo, Paijo, siapa namanya Paijo?”, tanya Pak Andreas pada seluruh siswanya.Aku langsung menunjuk tangan, ternyata kami sedang di absen.Semua siswa-siswi di kelasku tanpa alasan jelas tertawa terbahak-bahak sambil menyebut-nyebut namaku.Aku bingung, apa yang aneh?, apa yang lucu?.Beberapa saat kemudian aku menyadari kalau aku bisa mengenal nama cewek tadi apabila namanya di absen guru.Namun aku hanya bisa berharap namanya belum dipanggil.Akhirnya aku tahu, Yulia Amelia adalah nama cewek itu, ketika namanya disebut Pak Andreas.Aku hanya bisa tersenyum saja setelah mengetahui nama cewek itu.Kalau aku nilai saat itu, cewek tercantik di kelas itu adalah dia, Yulia.Badannya tinggi, namun masih sedikit lebih pendek dariku, rambutnya panjang dan lurus sampai punggung dan yang paling kusukai adalah bentuk mukanya, yang pada saat itu hanya aku bisa katakan imut.Aku begitu bingung dengan perasaan ini, dan bingung juga harus bagaimana.Akhirnya aku memutuskan untuk tidak memikirkannya lagi dan fokus ke pelajaran.Setelah mencatat jadwal pelajaran kami hanya berkenalan dengan guru lainnya.Aku pun mulai mengajak berkenalan kepada teman-teman lainnya, namun tetap aku tak berani menyapa Yulia, lagian aku sedang berusaha melupakannya, pikirku.

Bel sekolah berbunyi, menandakan hari para siswa-siswi harus pulang.Setelah mengecek meja, laci, dan bawah tempat duduk, aku bergegas membereskan buku-buku kedalam tas.Belum selesai aku memasukan semua buku-buku ku, Pak Andreas kembali menunjuk aku berdoa.Dengan sigap aku maju ke depan kelas untuk memimpin doa.Setelah selesai berdoa aku langsung menuju meja ku, untuk membereskan buku-buku yang masih tergeletak diatas mejaku.Para teman-temanku yang lain langsung keluar saja.Begitu juga dengan Yulia, namun sebelum melalui pintu kelas, ia sempat menatapku dengan sinis lalu langsung keluar dari kelas.Sejenak aku terdiam, memikirkan pandangannya itu.Entah mengapa bibirku telah membentuk senyuman manis.Yah, dalam pikiranku hanya ada wajahnya.Namun segera aku kembali berkonsentrasi menyusun buku yang masih berserakan itu.Segera aku keluar kelas dan mempercepat langkahku untuk pulang ke rumah karena cacing dalam perutku telah berontak nampaknya.

Ketika aku dalam perjalanan pulang, aku melihat seorang yang juga memakai seragam sekolah yang sama denganku.Berlari aku menuju cewek itu dan menyapanya.Eh ternyata dia Rina, teman sekelas ku juga.Tanpa pikir panjang aku memanggilnya.”Rina!!!, Rina!!, tunggu aku”, seruku.Dia menoleh ke arahku.Pada saat itu aku langsung mengajaknya mengobrol, menanyakan rumahnya dan hal lainnya.Rina cukup manis, rambutnya sebahu, berkacamata dan agak kurus.Kami berbincang soal asal-usul kami.Ternyata dia sejak lahir sudah tinggal di Palembang.Rina ternyata anak yang pintar dalam bidang akademik, terutama matematika.Sama seperti aku, kami terus saja berbicara sambil berjalan.Namun ketika kami mendekati sebuah rumah kecil, Dia meminta pamit padaku.”Oh, ternyata dia tinggal disini, cukup dekat dengan tempat kost ku”, seruku dalam hati.Lalu aku kembali berjalan sambil bertekat dalam hati untuk berprestasi juga, sama seperti Rina.Pertemuanku dengan Rina mampu membuatku melupakan Yulia, bukan karena ia lebih cantik, namun karena semangat belajarnya yang menggebu-gebu.Aku sangat ingin seperti dia, yang pernah menjuarai lomba matematika se-Palembang.

Sepanjang kelas vii aku dan Rina sangat dekat, baik saat di kelas atau pun diluar.Ya, kini ia menjadi teman terbaik yang pernah aku miliki.Kami belajar bersama, mengerjakan PR bersama dan banyak hal lainnya.Tak pernah lagi aku berpikir hal lain terhadap Rina.Yang ku pikirkan hanyalah belajar, belajar dan belajar.Yulia, seorang cewek yang dahulu aku kagumi sudah kuanggap biasa dan aku berhasil melupakan perasaan aneh ku padanya.Tak heran kalau aku mampu menduduki peringkat 2 juara umum dibawah teman baikku, Yulia.Pada saat memasuki kelas viii, aku tidak lagi sekelas dengan Rina maupun Yulia.Aku sekelas dengan teman baruku, Rano.Walaupun dia orangnya nakal, dia tahun lalu berada di peringkat 5 juara umum, 3 peringkat dibawahku.Persahabatanku dengan Rina mulai renggang hingga akhirnya kami benar-benar lost contact.Aku tak pernah lagi belajar dengannya.Kini aku bergaul dengan Rano dan teman-temannya.Ya, kami memang tak banyak belajar, kami lebih sering pergi ke mall untuk sekedar jalan atau duduk-duduk di depan mall atau biasa mereka sebut nonkjrong.Kehidupanku mulai tidak karuan.Aku sering terlambat ke sekolah, tidak mengerjakan PR, dan banyak hal lainnya.Kini aku sungguh tidak ada artinya lagi didepan para guru dan teman-teman.Semester satu pada tahun ini aku jalani dengan buruk.Tercatat 3 nilai yang bertinta merah.Namun aku tetap tidak memperdulikannya.Suatu hari aku ditegur guruku karena rambutku telah panjang.Jadi aku mengajak Rano untuk pergi ke salon langganannya, karena aku kurang tahu salon yang bagus di Palembang.Lalu Rano mengajakku pergi ke salon langganannya bersama dengan teman-temannya.Ketika rambutku sedang dipotong, mereka berbisik-bisik sesuatu.Nampaknya mereka sedang mentertawakan aku.”Oi Paijo, kau tuh cupu nian, culun..”, kata Rano.Aku binggung, karena tidak mengerti apa itu culun dan cupu.Tapi aku ingat, pada saat aku masuk Yulia mengucapkan kata-kata yang sama.”Emangnya apa sih artinya cupu dan culun?”, tanyaku dengan polos.Mereka malah mentertawakanku lagi.”Oke, kalo kamu gak mau culun lagi, mau gak kami make-over?”, tanya Rano.Aku hanya mengangguk kepalaku, bertanda setuju.Mereka langsung mendandaniku bersama dengan tukang potong rambut di salon itu.

Keesokan harinya aku seperti biasa, datang terlambat ke sekolah.Semua mata tertuju padaku.Guru, teman-teman bahkan Yulia, cewek yang dahulu aku kagumi pada saat kelas vii.Ketika aku sedang makan bakso di kantin, tak diduga, gank Sweety duduk bersamaku juga.Gank Sweety adalah kumpulan cewek-cewek yang cantik-cantik dan kata Rano mereka itu Playgirl.Mereka mulai merayuku, entah dengan tujuan apa.”Paijo, kamu keren banget, cakep deh..”, kata salah satu dari mereka.”Iya, kamu gak culun lagi kayak dulu, kamu sekarang keren abis”, lagi kata mereka.Aku hanya tertunduk malu saja, karena ini pertama aku dirayu seperti itu.”Udah punya cewek belum??”, tanya mereka sambil terus memegang-megang badanku.”Bbbbeelum..”, kataku.”Ah, cowo keren kayak kamu kok belum ada gebetan??”, serentak mereka menjawab.”Kamu naksir siapa?”, lagi kata Cyntia, ketua gank Sweety.”Apaan itu naksir, gak ngerti deh”, lagi jawabku polos.”Artinya kalo kamu suka sama seorang cewek atau kamu itu kagum sama cewek dan pengen jadiin dia pacar kamu”, kata Cyntia.”Oh, pacar ya”, kataku sambil mengingat Rano dan pacarnya yang sering bermesraan.”Eh, kok ngelamun”, kata Ririn yang juga salah satu anggota gank Sweety.”Ada nggak?, nanti kami bantuin nih..atau sama aku aja..”, kata Ririn lagi.Tapi aku tidak ada rasa dengan cewek-cewek seperti itu.”Yu, yu, yu, Yulia”, kataku dengan terbata-bata.”Cieeee, Paijo suka sama Yulia”, mereka mengolok-ngolokku.”Oke, kami akan membantu kamu mendapatkan Yulia, kamu tenang aja, ada kami disini”, kata Cyntia.

Berkat kerja keras gank Sweety dan Rano, di awal kelas ix aku telah berhasil mendapatkan Yulia sebagai pacarku.Yulia mengajakku jalan-jalan setiap malam, bahkan hingga pukul setengah 12 baru pulang.Kami biasanya ke mall atau sekedar makan malam saja.Yulia begitu cantik, apalagi ketika tidak memakai seragam sekolah.Yulia sangat mempesonaku terlebih ketika kami makan malam di restaurant yang formal, karena ia memakai gaun malam yang indah.Aku pun tak ketinggalan, aku menyewa jas setiap ingin pergi makan malam dengannya.Pada saat kami sedang jalan-jalan di suatu mall, Yulia bertemu dengan teman-teman SD nya yang dahulu.Mereka bertanya namaku.”Aku pa...”, namun belum selesai aku berbicara kakiku telah diinjak oleh Yulia.”Namanya Joe”, kata Yulia sambil menatapku sinis. Teman-teman SD Yulia sama-sama ikut jalan-jalan dengan kami.Ketika Yulia ingin membayar gaun yang dibelinya, ia menarikku ke tempat yang agak tersebunyi dari teman-temannya.Ia menyerahkan uangnya kepadaku, dan menyuruhku untuk pura-pura membayar pakaian yang dibeli Yulia.Lalu sesampainya aku di kasir, Yulia ber-akting seperti tidak membawa uang, maka aku dicubitnya.Aku langsung membayar gaun yang dibeli Yulia itu dengan uang yang diberi Yulia juga.Memang, setiap aku dan Yulia jalan-jalan, Yulia selalu membayariku, namun dengan cara yang sama seperti tadi.Dia juga tidak ingin orang tahu namaku Paijo, maka ia menyebutku Joe dihadapan semua orang.Katanya sih karena Pai-joe.Ketika acara ulang tahun, Yulia membelikan aku sebuah handphone dan bunga yang nantinya harus aku kembalikan kepadanya saat pesta ulang tahunnya sebagai kado ulang tahunnya.

Usia pacaranku sudah hampir 1 tahun, namun aku merasa tidak ada apa-apa dengan Yulia.Dia tidak pernah menerimaku apa adanya, yang dia inginkan adalah orang-orang tahu dia punya pacar yang keren, kaya, dan juga sayang kepadanya.Namun aku tidak merasa begitu, pacaran hanya ingin membuatnya populer, walaupun tanpa sengaja aku ikut poluler di sekolah.Aku lebih suka menjadi diriku sendiri dan mencintai orang yang menerima diriku apa adanya.Aku begitu bingung dengan situasi ini.Di satu sisi aku sangat senang berpacaran dengannya.Namun di satu sisi aku merasa tidak diterima apa adanya oleh Yulia.

Siang itu begitu terik.Matahari seakan membakar kulitku.Ketika aku berjalan pulang ke rumah, aku bertemu dengan seorang cewek yang tidak asing di mataku.Namun begitu melihat rumahnya, aku teringat dengan Rina, teman saat aku di kelas vii.Aku kurang percaya itu Rina.Jadi aku tegur dia.”Hai, kamu Rina ya?”, tanyaku.”Iya, aku Rina”, jawabnya.Begitu kaget aku melihat Rina yang hampir tak ku kenali lagi.Maklum, sudah hampir 2 tahun lebih aku tak bertemu dengannya, karena ternyata dia masuk kelas akselerasi.Rina kini begitu berbeda.Tubuhnya yang tadi kurus itu menjadi berbentuk dan sangat indah bak gitar.Rambutnya kini di blonding.”Wah kamu...”, kataku.”Kamu kenapa???”, tanya Rina dengan senyum.”Kamu cantik banget, nggak seperti Rina yang dahulu aku kenal”, seruku sambil terus menatap matanya.”Kamu juga, keren kok, nggak culun lagi”, sambung Rina dengan sedikit tertawa.”Mana kacamata kamu yang ada rantai itu?dibuang ya?”, tanya Rina penasaran.”Ehh, nggak kok, aku sekarang pake soft lense, biar gak keliatan culun lagi”, kataku sambil tertawa.Kami sempat ngobrol beberapa saat, hingga aku akhirnya dipaksa makan siang dirumahnya.Rumahnya tidak sebesar rumah Yulia, namun aku malah merasa lebih nyaman masuk ke rumah Rina.Sambil makan siang, kami terus melanjutkan ngobrol kami.”Udah punya pacar belum?”, tanya Rina.Aku begitu bingung ingin menjawab apa.”Sssuudah..”, kataku.Entah mengapa, wajah Rina yang tadi ceria berubah menjadi lebih serius.”Siapa?”, tanya Rina lagi.”Yulia Amelia, teman kelas vii kita dahulu”, seruku.”Oh, Yulia yang cantik itu ya” lanjut Rina.”Tapi kamu lebih cantik kok!”, spontan kataku.”Mmmaaksudnya...”, kataku lagi.Rina hanya terdiam dan aku melihat bibirnya tersenyum, namun dia menunduk jadi kurang terlihat.Setelah pamit pulang, aku langsung berlari menuju tempat kost ku, karena langit sudah mulai gelap.

Hari-hari berikutnya aku lebih sering ngobrol dengan Rina daripada dengan Yulia, pacarku sendiri.Aku juga sempat menceritakan hubungan aku dan Yulia yang kurang aku suka.Kami pergi ke warteg tiap malam minggu untuk makan malam berdua.Biasanya juga aku pergi ke pasar hanya untuk menemani Rina jika hari minggu.Ya, kami semakin dekat.Namun aku belum menyadari perasaanku yang telah berubah, dari simpati menjadi cinta.Aku tidak bisa lagi menahan rasa yang ada dalam dadaku ini.Dengan berani aku katakan i love u padanya.Rina hanya menanggapinya dengan tertawa saja, mungkin dikiranya aku bercanda.Lalu aku mengulang lagi ucapan tadi.Suasananya menjadi tenang dan romantis sekali.Akhirnya Dia baru akan menerimaku menjadi pacarnya, dengan syarat aku harus memutuskan hubunganku dengan Yulia.Segera aku mengambil telepon seluler milikku untuk menghubungi Yulia agar bisa segera bertemu.Namun Yulia duluan meneleponku.”Sayang, kamu dimana, aku kangen nih”, katanya.”Aaakkku sedang...”mulutku terbata-bata berbicara.Namun aku mendengar suara cowok disana sedang memanggil Yulia dengan kata “sayang” juga.Awalnya aku kira ia memanggil orang lain, namun Yulia menjawabnya juga.Kecurigaanku telah mencapai ambang batas.

Keesokan harinya, segera aku mencari Yulia di rumahnya.Terkejut aku melihat, ternyata Yulia sedang berduaan menonton DVD sambil bermesraan bersama seorang cowok.”Yulia..”, teriakku dengan tegas.”Joe?, kamu kok disini.”, jawabnya kaget.”Hari ini kan bukan jadwal kita kencan, hari ini aku bersama dengan Ryan”.Aku tidak bisa menahan emosi lagi saat itu.”Mulai saat ini kita putus..”, teriakku lantang.”Silahkan saja, emang kamu siapa aku, dasar culun”, jawab Yulia.Aku langsung pergi dengan penuh geram di mukaku.Aku berjalan sambil mengingat masa laluku dengan Yulia yang ternyata hanya sandiwara semata.Langsung aku datang ke rumah Rina.Aku mencari Rina yang ternyata sedang duduk di sofa ruang tamu.Segera aku bersujud di kakinya sambil menceritakan apa yang baru aku alami.Yulia dengan sabar menasatiku dan memberi aku semangat kembali.”Aku akan bangkit dari hal ini”, kataku dengan lugas.”Aku dengan senang hati akan membantu kami bangkit”, kata Rina.Kami berdua tersenyum sambil saling memegang tangan satu sama lain.

Kini aku telah berubah lagi, bukan soal penampilanku, namun cara bergaulku dan belajarku.Aku mendapat juara umum 1, sedangkan Rina di posisi 2.Aku begitu senang hidup bersama dengan pacarku, Rina yang telah mengembalikan lagi hidupku dengan cintanya.Kini aku tahu, cinta sejati itu harus menjadi diri sendiri dan menerima orang lain apa adanya.Sungguh beruntung aku bertemu Rina, seorang yang telah memberiku makna cinta sejati itu.